Kota
Pekalongan adalah salah satu kota pusat pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah yang
berbatasan dengan Laut Jawa di
utara, Kabupaten Batang di
timur, serta Kabupaten Pekalongan di sebelah selatan dan barat. Pekalongan
terdiri atas 4 kecamatan, yakni Pekalongan Barat, Pekalongan Utara,
Pekalongan Timur, dan Pekalongan Selatan.
Pekalongan
dikenal dengan julukan kota
batik, karena batik Pekalongan memiliki corak yang khas dan variatif. Kota
Pekalongan masuk jaringan kota kreatif UNESCO dalam
kategori crafts & folk art pada Desember 2014 dan memiliki city branding
World's city of Batik.
Transportasi
di kota ini pun sudah cukup berkembang, karena terdapat terminal besar,
stasiun, dan taksi. Makanan khas Pekalongan adalah nasi
megono.
Kota
Pekalongan terkenal dengan nuansa religiusnya karena mayoritas penduduknya memeluk
agama Islam. Ada beberapa adat tradisi di Pekalongan yang tidak dijumpai di daerah lain
misalnya: syawalan, sedekah bumi, dan sebagainya. Syawalan adalah perayaan tujuh
hari setelah lebaran dan sekarang ini disemarakkan dengan pemotongan lopis raksasa yang memecahkan rekor MURI oleh wali kota untuk
kemudian dibagi-bagikan kepada pengunjung.
-SEJARAH-
Nama Pekalongan sampai saat ini belum jelas
asal-usulnya, belum ada prasasti atau dokumen lainnya yang bisa
dipertanggungjawabkan, yang ada hanya berupa cerita rakyat atau legenda.
Dokumen tertua yang menyebut nama Pekalongan adalah Keputusan Pemerintah Hindia Belanda (Gouvernements Besluit) Nomer 40 tahun
1931:nama Pekalongan diambil dari kata ‘Halong‘ (dapat banyak) dan dibawah
simbul kota tertulis ‘Pek-Alongan‘.
Kemudian berdasarkan keputusan DPRD Kota Besar
Pekalongan tanggal 29 januari 1957 dan Tambahan Lembaran daerah Swatantra
Tingkat I Jawa Tengah tanggal 15 Desember 1958, Serta persetujuan Pepekupeda
Teritorium 4 dengan SK Nomer KTPS-PPD/00351/II/1958:nama Pekalongan berasal
dari kata ‘A-Pek-Halong-An‘ yang berarti pengangsalan (Pendapatan).
Pada pertengahan abad XIX dikalangan kaum
liberal Belanda muncul pemikiran etis-selanjutnya dikenal sebagai Politik Etis yang menyerukan Program Desentralisasi Kekuasaan
Administratip yang memberikan hak otonomi kepada setiap Karesidenan (Gewest)
dan Kota Besar (Gumentee) serta pemmbentukan dewan-dewan daerah di wilayah
administratif tersebut. Pemikiran kaum liberal ini ditanggapi oleh Pemerintah
Kerajaan Belanda dengan dikeluarkannya Staatbland Nomer 329 Tahun 1903 yang
menjadi dasar hukum pemberian hak otonomi kepada setiap residensi (gewest); dan
untuk Kota Pekalongan, hak otonomi ini diatur dalam Staatblaad Nomer 124 tahun
1906 tanggal 1 April 1906 tentang Decentralisatie Afzondering van Gelmiddelen
voor de Hoofplaatss Pekalongan uit de Algemenee Geldmiddelen de dier Plaatse
yang berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Pada tanggal 8 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menandatangani penyerahan kekuasaan kepada
tentara Jepang. Jepang menghapus keberadaan dewan-dewan daerah, sedangkan
Kabupaten dan Kotamadya diteruskan dan hanya menjalankan pemerintahan dekonsentrasi.
Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17
Agustus oleh dwitunggal Soekarno-Hatta di Jakarta,
ditindaklanjuti rakyat Pekalongan dengan mengangkat senjata untuk merebut
markas tentara Jepang pada tanggal 3 Oktober 1945. Perjuangan ini berhasil,
sehingga pada tanggal 7 Oktober 1945 Pekalongan bebas dari tentara Jepang.
Secara yuridis formal, Kota Pekalongan dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomer 16 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950 tentang
Pembentukan Daerah Kota Besar dalam lingkungan Jawa Barat / Jawa Tengah / Jawa Timur dan Daerah Istimewa Jogjakarta. Selanjutnya dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, maka Pekalongan berubah sebutannya menjadi
Kotamadya Dati II Pekalongan.
Terbitnya PP Nomer 21 Tahun 1988 tanggal 5
Desember 1988 dan ditindaklanjuti dengan Inmendagri Nomor 3 Tahun 1989 merubah
batas wilayah Kotamadya Dati II Pekalongan sehingga luas wilayahnya berubah
dari 1.755 Ha menjadi 4.465,24 Ha dan terdiri dari 4 Kecamatan, 22 desa dan 24
kelurahan.
Sejalan dengan era reformasi yang menuntut
adanya reformasi disegala bidang, diterbitkan PP Nomer 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan PP Nomer 32 Tahun 2004 yang mengubah sebutan Kotamadya
Dati II Pekalongan menjadi Kota Pekalongan
sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pekalongan#Sejarah
Ohh tentang kota pekalongan toh
BalasHapus